PROSES AWAL PEMBAI’ATAN KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN SERTA ISI PIDATO YANG BELIAU SAMPAIKAN SAAT DI BAI’AT

2.1 Proses Awal Pembai’atan Khalifah Usman Bin Affan.

Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia pada hari rabu waktu subuh, 4 Dzulhijjah 23 H karena ditikam oleh Abu Lu’luah saat menjadi imam shalat shubuh. Abu Lu’luah adalah seorang bangsa Peria yang tidak rela dikalahkan oleh Islam. Dia mempunyai dendam pribadi kepada khalifah Umar Bin Khattab.[1]

Menjelang wafatnya  Setelah ditikam oleh abu Lu’luah dan merasa dirinya akan meninggal dunia,  maka Umar  bin Khattab memilih tujuh orang sahabat terkemuka sebagai fomatur untuk menetapkan siapa yang paling pantas menjadi pemimpin umat islam. Mereka yang diangkat sebagai anggota formatur  yang terdiri dari enam orang yaitu Ali bin abi thalib, Utsman bin affan, Sa’at bin abi Waqosh, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwan dan Tholhah bin Ubaidillah. Keenam orang tersebut memiliki kewajiban memilih dan berhak untuk dipilih. Untuk melengkapi anggota tim, Umar bin Khattab menunjuk putranya Abdullah bin Umar. Yang terakhir ini mempunyai hak pilih, tetapi ia tidak memiliki hak untuk dipilih karena khalifah Umar bin Khattab melarangnya menjadi anggota formatur. Khalifah Umar bin Khattab tidak menginginkan Abdullah bin Umar menjadi khalifah karena hal itu dapat menimbulkan anggapan bahwa ia mewarisi kekhalifahan kepada putranya.[2]

Setelah Umar wafat, maka mereka segera berunding untuk membahas siapa yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan (kekholifahan). Perundingan berjalan cukup alot, masing-masing anggota bersikeras untuk dipilih. Ketua dalam sidang itu adalah Abdurahman bin Auf. Pemilihan dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakan dan mencari suara terbanyak. Jika terjadi suara seimbang, maka keputusan diberikan kepada hakim yaitu Abdullah bin Umar. Ketika itu ada pemikiran dari Abdur Rahman bin Auf agar mereka dengan suka rela mengundurkan diri dan memberikan kesempatan kepada orang yang benar-benar paling memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai khalifah. Tetapi rupanya usul tersebut tidak berhasil, dan ternyata tidak ada satupun yang mau mengundurkan diri. Kemudian Abdur Rahman bin Auf mengundurkan diri, tetapi yang lain enggan mengundurkan diri. Pada akhirnya, forum mengarah pada dua calon saja, yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu sempat terjadi oksi dukung mendukung antara kelompok Ali da kelompok Utsman.[3]

Abdur Rhman bin Auf sebagai ketua tim formatur, mengajak penduduk Madinah untuk shalat berjamaah di mesjid. Sesudah shalat berjamaah, Abdur Rahman bin Auf memanggil Ali bin Abi Thalib maju kedepan mimbar dan bertanya, “Apakah Anda bersedia berjanji menegakkan Kitab Allah, sunah Rasul, dan mengikuti kebijaksanaan yang telah ditempuh Abu Bakar dan Umar?Atas pertanyaan tersebut, Ali bin Abi Talib menjawab, “Saya akan mengikuti kitab Allah, sunah Rasul, dan pengetahuan (ijtihad) saya.” Selanjutnya, Abdur Rahman bin Auf memanggil Utsman bin Affan dan menanyakan hal yang sama. Calon kedua menjawab, “ya, saya akan berpegang pada Kitab Allah, sunah Rasul, dan kebijaksanaan yang telah ditempuh Abu Bakar dan Umar. Mendengar jawaban ini, Abdur Rahman bin Auf langsung memegang tangan Utsman bin Affan dan membaiatnya sebagai khalifah. Segenap yang hadir kemudian ikut pula memberi baiat kepadanya.[4]

 Ali bin Abi Talib dan para sahabat Rasul Allah s.a.w. lainnya, dan semua yang hadir dalam masjid itu tanpa ragu-ragu menerima Utsman bin Affan r.a. yang sudah berusia lanjut itu sebagai pemimpin tertinggi mereka yang baru. Pembai’atan seorang Khalifah melalui pemilihan salah satu di antara 6orang Ahlu Syuro, merupakan kejadian pertama dalam sejarah kekhalifahan umat Islam. Khalifah Abu Bakar r.a. di­bai’at langsung oleh kaum muslimin. Khalifah Umar bin Kha­ttab r.a. ditetapkan berdasarkan wasiyat Kahlifah Abu Bakar r.a. Akan tetapi sejalan dengan pembai’atan Utsman bin Affanr.a. sebagai Khalifah, banyak sekali orang bertanya-tanya tentang jawaban yang diberikan Ali bin Abi Talib kepada Abdurrahman bin Auf. Mengapa ia mengatakan “Tidak?”. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawaban pas­ti. Ali bin Abi Talib sendiri tidak pernah mengemukakan secara ter­buka alasan apa yang melandasi jawabannya. Yang pasti, Ali bin Abi Talib tidak pernah menyesal karena ia gagal menjadi Khalifah disebabkan jawabannya itu. Dengan ikhlas ia menerima Utsman bin Affanr.a. sebagai Amirul Mukminin.[5]

Sementara itu ada yang menafsirkan, bahwa perkataan “Ti­dak!” itu bukan ditujukan kepada pertanyaan Abdurrahman bin Auf yang berkaitan dengan keharusan berpegang kepada Ki­tab Allah dan Sunnah Rasul Allah, melainkan tertuju kepada ke­harusan mengikuti jejak Khalifah Abu Bakar r.a. dan Khalifah Umar r.a. Ali r.a.  Saat terpilih menjadi khalifah Utsman bin Affantelah berusia 70 tahun. Beliau menjadi khalifah selama 12 tahun.[6]

2.2 Perbedaan Pembai’atan Khalifah Usman Bin Affan dengan Khlifah sebelumnya.

            Pemilihan dan baiat Utsman bin Affan sebagai Khalifah ketiga juga berbeda dengan pembaiatan kedua khalifah sebelumnya. Khalifah utsman dipilih oleh sekelompok orang , dimana nama-nama calonnya telah ditentukan sebelumnya. Keputusan ini diambil oleh Khalifah Umar setelah tokoh masyarakat madinah dua kali mendatangi rumahnya.[7]

2.3 Isi Pidato Pembai’atan Usman Bin Affan

Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat islam. Pada saat pembaiatan telah selesai, Khutbah pertama beliau di hadapan kaum muslimin, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Saif bin Umar ra. dari Badr bin Utsman ra.dari pamannya berkata, “Ketika dewan syura membai’at Utsman bin Affan ra., dengan keadaan orang yang paling sedih di antara mereka, beliau keluar dan menaiki mimbar Rasulullah saw. dan memberikan khutbahnya kepada orang banyak.

 Utsman berpidato di depan kaum muslimin diantara pidatonya adalah: Beliau memulai dengan memuji Allah SWT. dan bersalawat kepada Nabi dan berkata, “Sesungguhnya kalian berada ditempat sementara, dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang sembarang waktu dan keadaan baik siang maupun tidak pernah malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya. Jangan kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian.”

Mana anak-anak dunia dan temannya yang terpengaruh dengan dunia akan menghabiskan usianya untuk bersenang senang. Tidakkah mereka jauhi semua itu!! Buanglah dunia sebagaimana Allah SWT. membuangnya, carilah akhirat karena sesungguhnya Allah SWT. telah membuat permisalan dengan yang lebih baik. Allah SWT. berfirman, ” Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuhtumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 45-46).


[1] http://mynewirmasulyanimakalahutsmanbinaffan.blogspot.com/2015/09/usman-bin-affan.html

[2] Muhammad Sa’id Mursi,  Tokoh-tokoh besar islam sepanjang sejarah, Pustaka al Kautsar, Jakarta timur, 2009 hal.185

[3]Ibid.h.187

[4] Drs. Imam Subchi,MA, Sejarah kebudayaan Isam,PT karya Toha Putra,Semarang,2014,hal 104

[5] Tim Riset dan Studi Islam mesir dan Dr. Raghib As-sirjani, Ensiklopedi Sejarah Islam,Pustaka Al Kautsar,Jakarta Timur,2013, hal 85

[6]  Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014),  h. 99

[7] https://31.ayobai.org/2015/07/pemilihan-dan-baiat-khalifah-ketiga.html

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai